Kamis, 04 Desember 2008

BERITA : Tuntut Pembersihan Mafia Peradilan

NUNUKAN- Sebanyak 300 warga Nunukan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Nunukan Peduli Hukum dan dikoordinatori Nurdin Kulle, menggelar demo dukungan anti korupsi, untuk memeringati Hari Anti Korupsi Sedunia, 9 Desember mendatang. Mereka memulai demo dari alun-alun, seraya berorasi selama 15 menit tentang pemberantasan korupsi di Nunukan, kemudian mengelilingi Kota Nunukan dengan membawa spanduk dan kertas-kertas berisi dukungan moril bagi penegak hukum di Nunukan. Setelah itu, demo dilanjutkan ke Mapolres untuk menyampaikan 13 poin tuntutan dan diterima langsung oleh Kapolres Nunukan, AKBP Purwo Cahyoko.
Warga juga mendatangi Kejari Nunukan dengan 13 poin tuntutan yang menyebutkan, aparat penegak hukum wajib membersihkan Nunukan dari pejabat-pejabat yang korupsi. “Kami akan mengawal dan mendukung langkah aparat mengusut tuntas dan memberantas pelaku tindak pidana korupsi, tanpa pandang bulu, jabatan, status dan kepangkatan, maupun masyarakat lainnya,” kata Ust Darto yang membacakan tuntutan tersebut.
Ketiga, masyarakat menolak sistem tebang pilih, siap berhadapan dengan oknum masyarakat, kelompok dan golongan tertentu yang menghalang-halangi aparat dalam menindak pejabat korupsi.
Kelima, masyarakat meminta transparansi dan informasi terbuka penegak hukum dalam memproses kasus korupsi, serta meminta aparat membongkar dan menelusuri dugaan dan indikasi kasus korupsi yang mandeg, yang terjadi di masa lampau.
“Kami juga menolak mutasi jabatan penegak hukum yang berkomitmen melakukan proses penegakan hukum kepada para pejabat korupsi, sebelum menuntaskan tugas dan tanggung jawabnya, juga meminta aparat memeriksa dan menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap indikasi dan dugaan korupsi,” terangnya.
Dalam poin sembilan ditegaskan, masyarakat meminta aparat hukum membersihkan lembaga hukum dari oknum aparat hukum yang menjadi ‘mafia peradilan’, serta menjadi cukong dan membekingi pejabat korupsi di Nunukan.
Selanjutnya, mengharapkan penegak hukum melakukan kampanye dengan bekerjasama dengan stakeholder untuk membangun komitmen anti korupsi di Nunukan. Mereka juga menolak penegak hukum menggunakan fasilitas, pendanaan dan kompensasi dalam mengusut kasus korupsi.
Kemudian masyarakat akan melawan intervensi pemerintah dalam penegakan hukum di Nunukan dan terakhir, meminta aparat hukum menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. “Kami juga menanyakan, kapan izin presiden turun untuk menindaklanjuti kasus pengadaan tanah? Sampaikan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), untuk mempercepat proses izin presiden itu,” tegas Muhiddin Ado.
Menanggapi hal ini, Kajari Nunukan, H Suleman Hadjarati mengatakan, izin presiden sifatnya teknis. “Intinya kami sudah melakukan sesuatu. Hal-hal diluar kemampuan kami, sebagian dari kendala eksternal. Tapi kami berusaha maksimal dan tetap memproses,” ujarnya.
Ditambahkan, yang bisa Kejari lakukan sudah dilakukan dan yang belum bisa dilakukan, bukan menjadi satu kendala. Tapi menjadi harapan untuk tetap dapat dilakukan. “Walaupun baru sedikit, paling tidak sudah ada (dilakukan). Mudah-mudahan yang pertama di Nunukan ini menjadi patok utama dan berkelanjutan untuk kedepannya,” jelasnya.
Ia menuturkan, semua jaksa di Kejari Nunukan ini merupakan wakil dari Kejagung. Jadi yang dikatakan jaksa disini, juga dikatakan Kejagung disana karena semua satu komando. “Yang diminta masyarakat, sudah dilakukan Kejari Nunukan dan sudah ditindak oleh Kejagung RI.
Demo dukungan anti korupsi ini kemudian dilanjutkan ke Pengadilan Negeri Nunukan. Mereka diterima langsung oleh Ketua PN Sugeng Hiyanto SH. (Sumber : Radar Tarakan )

Selasa, 02 Desember 2008

SURAT TERBUKA

MONITOR KALTARA!
Lembaga Informasi, Investigasi dan Advokasi

Samarinda, 24 Nopember 2008
Nomor : 02/MK/XI/2008
Lampiran : - berkas
Perihal : Mohon Pengusutan Kasus Dana Siluman Dinas PU Kab. Nunukan
Kepada Yth.
Kepala Kepolisian Daerah
Kalimantan Timur
Di
Balikpapan


Dengan hormat,
MONITOR KALTARA! adalah sebuah LSM yang bergerak dibidang Informasi, Investigasi dan Advokasi, dalam hal ini telah melakukan analisa dan kajian terhadap “Kasus Dana Siluman Dinas PU PEMDA Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur”.

Bahwa adapun kasus posisi Dana Siluman Dinas PU PEMDA Kabupaten Nunukan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Dinas PU Kab. Nunukan. telah menerima Transfer dana siluman sebesar Rp. 178 juta yang masuk ke rekening Bank Pembangunan Daerah Kaltim Cabang Nunukan, dengan nomor rekening 0091405245 ( milik dari Dinas PU kab. Nunukan);
2. Dana yang ditransfer dalam bentuk cek dengan nomor CB780504009K00658 dilakukan pada tanggal 7 September 2006 lalu oleh CV. Surya Lestari, yang merupakan salah satu rekanan dari Dinas PU Kab. Nunukan sendiri.
3. Bahwa Korwil Nusantara Coruption Watch (NCW) Kaltim telah pernah melaporkan permasalahan ini kepada Kapolda Kaltim, namun hingga saat ini tidak jelas kelanjutan penanganannya.

Bahwa berdasarkan analisa dan kajian kami, bahwa Transfer dana sebesar Rp. 178 juta yang dilakukan oleh CV. Surya Lestari ke nomor rekening dinas PU itu sudah sangat menyalahi aturan ini ada indikasi KKN “.

Jika benar kasus ini telah dilaporkan ke POLDA Kalimantan Timur maka dapat dijerat dengan pelanggaran pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 (Pasal 5) yang diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,- dan paling banyak Rp 250.000.000,-


TUNTUTAN :

Berdasarkan hal-hal yang kami kemukakan diatas, mohon kepada Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur agar segera menindaklanjuti laporan/pengaduan yang pernah disampaikan oleh masyarakat, dan mengambil langkah-langkah hukum terhadap kasus ini.

Demikian hal ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


Hormat kami



ABRAHAM HAMAS
Koordinator
Tembusan Yth.

1. KAPOLRI, di Jakarta;
2. KETUA KPK, di Jakarta;
3. JAKSA AGUNG RI, di Jakarta;
4. KAJATI KALTIM, di Samarinda;
5. KAJARI NUNUKAN, di Nunukan;
6. KAPOLRES NUNUKAN, di Nunukan;
7. BUPATI NUNUKAN, di Nunukan;
8. KETUA DPRD KAB. NUNUKAN, di Nunukan;
9. Arsip

Selasa, 25 November 2008

Berita

Ngatijan Ingin Kasus Mebeler Diusut

Mencuatnya dugaan penyimpangan anggaran pada proyek pengadaan mebeler di Kantor DPRD Nunukan, membuat Ketua DPRD Nunukan H Ngatijan Ahmadi buka suara. KANTOR rakyat yang berdiri tegak di Jalan Ujang Dewa Sedadap Nunukan Selatan, kerap menjadi ‘sasaran tembak’ warga. Tidak hanya soal kinerja para wakil rakyat saja, tapi juga berbagai kegiatan termasuk proyek yang terletak di atas lahan seluas 7 hektar lebih itu.
Sebutlah proyek taman di depan kantor dewan yang menghabiskan dana tidak kurang dari Rp2 miliar dan dianggap bermasalah karena tidak melalui mekanisme yang benar, sampai proyek pengadaan mebeler yang dicurigai berbagai pihak sarat dengan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme).
Yang tidak enak, dalam proyek pengadaan mebeler senilai Rp15 Miliar yang dikerjakan kontraktor PT Sinar Baru (SB) Nunukan itu, nama Ngatijan disebut-sebut sebagai pihak yang meloloskan proyek sehingga muncul dalam APBD tahun 2004 silam. Disebut-sebut pula angkanya Rp25 Miliar, bukan Rp15 Miliar.
Ngatijan sempat terpukul ada pihak yang melibatkan namanya dalam dugaan proyek mebeler yang konon katanya sudah diproses di Kejaksaan Tinggi Kaltim itu. Apalagi disebut Ngatijan sempat melakukan pertemuan segi tiga di Surabaya, yakni antara dirinya, Sekdakab Zainuddin dan pengusaha PT SB.
Politikus Partai Golkar yang sebelumnya berprofesi guru itu merasakan adanya pihak-pihak yang berusaha menyudutkan dirinya. Ia mengaku menaruh hormat kalau hal itu berkaitan dengan kontrol masyarakat kepada pejabat negara dan bukan usaha pembunuhan karakter dirinya.
“Saya respon atas kontrol yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja eksekutif dan legislative. Hanya dalam melakukan kontrol butuh kedewasaan agar semuanya bisa diselesaikan secara prosedural, terutama prosedural hukum” tegas Ngatijan.
Berkaitan dengan tudingan yang cenderung mengarahkan dirinya terlibat atas dugaan KKN dalam proyek pengadaan mebeler, Ngatijan mengaku silakan aparat hukum membuktikan. “Untuk lebih jelas dalam persoalan itu tidak ada jalan selain diusut secara tuntas oleh pihak berwajib. Supaya masyarakat bisa tahu apa benar proyek tersebut mengandung unsur KKN,” harap anggota DPRD dua periode itu.
Ngatijan mengakui sangat mendukung upaya penegak hukum yang tegas dalam membersihkan Nunukan dari KKN. Ditangkapnya sejumlah pejabat Nunukan belakangan ini, merupakan pelajaran dan sekaligus penyadaran semua pihak bahwa sebagai aparat negara wajib menjauhi korupsi.
“Dari awal, kami di DPRD memberikan respon positif kepada aparat hukum baik kejaksaan maupun kepolisian untuk membersihkan Nunukan dari tikus-tikus korupsi,” kata Ngatijan. (Sumber : BONGKAR!)

Senin, 24 November 2008

BERITA

Tiga Tumbal Lahan Golf


Tiga oknum pejabat Pemkab Nunukan ditahan kejaksaan dengan sangkaan korupsi pembebasan lahan untuk proyek lapangan golf Nunukan. BUPATI Abdul Hafid Achmad belum terlihat salah tingkah. Masih biasa saja, tetap tenang duduk di kursi goyang dalam ruangan berhawa sejuk dan nyaman. Bahkan, ketika geger penangkapan dan penahanan tiga oknum pejabat Nunukan yang disangka korupsi dalam kasus pembebasan lahan di depan gedung kantor Bupati Nunukan sendiri, Hafid pun seolah tak terusik.
Persoalannya – cepat atau lambat -- penangkapan dan penahanan tiga pejabat itu akan menyeret dirinya sendiri. Minimal Hafid sebagai saksi yang akan dimintai keterangan oleh tim penyidik. Ini terkait posisi Hafid selaku ketua ‘Tim Sembilan’ yang membebaskan lahan yang ternyata tanah milik negara seluas 63 hektar dengan nilai Rp 7 miliar itu.
Hafid memang belum diperiksa karena kejaksaan tak mau gegabah. Ada prosedur yang harus dilalui, yakni ijin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ‘’Itu benar. Kami masih menunggu turunnya ijin Presiden SBY, baru bisa melakukan pemeriksaan Bupati,’’ ucap Kajari Nunukan, Suleman Hadjarati, ketika menjawab BONGKAR! seusai menahan tiga tersangka yang semuanya anggota tim pembebasan lahan itu, Senin, 3 November 2008
Siapa mereka itu? Dialah H Darmin Jumadil, Simon Sili, dan Arifuddin. Darmin adalah Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Nunukan, Simon sebagai Bendahara Setkab Nunukan, dan Arifuddin, mantan Lurah yang menjadi Pj Camat Nunukan Selatan. ‘’Semula, mereka itu hanya sebagai saksi, tapi setelah dilakukan pengembangan penyidikan lebih dalam, maka statusnya sudah resmi menjadi tersangka,’’ timpal Kajari Suleman.
Isu penahanan para tersangka sendiri sudah merebak sejak awal Oktober 2008. Hanya saja, ketika dua kali pemanggilan dilakukan kepada mereka, beberapa tersangka tak datang. Kesannya mereka kurang kooperatif, cenderung berusaha menghindar dengan mencari-cari alasan.
Digaruknya Darmin, Simon dan Arifuddin berarti menambah deretan pejabat yang diduga menggerogoti uang negara di Nunukan. Sebelumnya, kejaksaan menahan dan memproses Hasan Basri dan Toyib Budiharyadi. Bahkan, kedua pejabat Bapedalda Nunukan itu sudah diadili di PN Nunukan dengan dakwaan korupsi pembuatan Amdal fiktif senilai Rp 1,6 miliar.
Sumber BONGKAR! sendiri menyebut, ada sederet pejabat Nunukan lainnya yang mungkin sudah dag dig dug. Sebutlah misalnya Supardi Darmin yang diduga korupsi di Dispenda lebih kurang Rp 1 miliar. Lantas kisruh pengadaan bibit jagung senilai Rp 7 miliar di dinas pertanian, satu pejabat pengairan, dua pejabat Cipta Karya, satu pejabat di Bina Marga dan tiga orang pengusaha beken di Nunukan.
Apa Darmin dkk saja yang seolah menjadi ‘tumbal’ kasus pembebasan tanah negara untuk lapangan golf itu? Kajari sendiri tersenyum tanpa komentar. Namun, bisik-bisik aparat penegak hukum itu mengisyaratkan masih ada puluhan pejabat lain yang patut diduga korupsi. Artinya, tidak hanya dalam kasus pembebasan lahan yang disebut-sebut bakal menyeret Bupati Hafid, melainkan juga dalam kasus-kasus korupsi lainnya.
Isu santernya bakal ada pula tersangka lain. Siapa dia? Pasalnya, penyidik sendiri masih mengorek keterangan Rahmadji Sukirno, mantan Camat Nunukan yang bukan tidak mungkin bakal tersangka. Begitu pula salah satu pengusaha berinisial AW. Rahmadji dan pengusaha AW pun termasuk dalam ‘Tim Sembilan’ yang diketuai Hafid.
Geger penangkapan dan penahanan Darmin dkk memang merebak sangat cepat di seantero Nunukan. Maklum, ibukota kabupaten paling utara Kaltim itu relatif kecil dibanding ibukota kabupaten dan kota lainnya seperti Tanjung Redeb (Berau), Balikpapan, Samarinda, dan lainnya.
Sejauh ini penyidik belum menyebut modus operandi atau cara kejahatan korupsi mereka. Namun, penahanan Darmin dkk yang sebelumnya ditangkap di kediamannya, lantas dimasukkan ke mobil tahanan kejaksaan itu, sempat menjadi tontonan berbagai kalangan masyarakat Nunukan.
Mereka pun mencibir. Ada yang prihatin bercampur sedih, tapi tidak sedikit pula yang gembira ketika melihat gebrakan serius kejaksaan dalam membasmi para koruptor. ‘’Kami salut dengan kinerja kejaksaan. Biar para pejabat di Nunukan tahu, kalau semua warga negara itu sama di mata hukum. Tidak ada seorang pun warga yang kebal hukum,’’ gumam Darto, salah satu warga Nunukan kepada BONGKAR! Benarkah Darmin dkk hanya ‘tumbal’ lahan golf itu? ***

OPINI

Bung Hatta Pernah Menangis Melihat Kondisi Perbatasan


Oleh Iskandar Zulkarnaen

Samarinda (ANTARA News) - "Hanya satu negeri yang menjadi negeriku. Ia tumbuh dari perbuatan, dan perbuatan itu adalah usahaku," kata Muhammad Hatta, pada 1928 di depan pengadilan Belanda, Den Haag.

Sang Proklamator diadili karena kegigihan perjuangannya dalam menuntut Indonesia merdeka.

Delapan puluh tahun kemudian, ucapan Bung Hatta itu dikutip berapi-api oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan 15 Agustus 2008.

Negeri yang dikatakan Bung Hatta itu adalah Republik Indonesia, dan usaha yang dimaksudkannya adalah usaha Bangsa Indonesia.

Menyimak pidato panjang presiden, ada hal yang tampaknya belum berubah, yakni penanganan masalah perbatasan, yang masih dipandang "sebelah mata" oleh pemerintah.

Presiden Yudhoyono dalam pidato panjangnya hanya menyinggung masalah perbatasan dalam satu alenia.

"Khusus pembangunan wilayah perbatasan, kita lakukan melalui pendekatan beberapa aspek, terutama aspek demarkasi dan delimitasi garis batas Negara, disamping melalui pendekatan pembangunan kesejahteraan, politik, hukum, dan keamanan. Prinsipnya adalah, wilayah perbatasan kita harus dianggap sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bukannya halaman belakang negara kita." Hanya itu yang disampaikan Presiden.

Kalaupun ingin mengkaitkan, maka presiden sebelumnya mengucapkan, "Dalam menegakkan kedaulatan negara, kebijakan pertahanan negara kita arahkan pada peningkatan profesionalisme dan kemampuan TNI. Kemampuan pertahanan negara, juga terus kita tingkatkan, antara lain dengan pemeliharaan kekuatan pokok minimum (minimum essential force), kesiapan alutsista, dan terselenggaranya latihan secara teratur. Pada bulan Juli lalu, telah dilaksanakan Latihan Gabungan TNI yang pertama sejak tahun 1996. Latihan gabungan ini, harus dilakukan secara berkala, agar Prajurit dan Satuan TNI tetap siaga, profesional, dan berkemampuan tinggi, untuk mempertahankan setiap jengkal wilayah kedaulatan NKRI".

Berbeda dengan unsur dan aspek lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan politik yang begitu mendalam dan mendetail termasuk alokasi dananya, maka pandangan pemerintah mengenai masalah wilayah perbatasan seakan-akan hanya sepotong kalimat yang melengkapi pidato panjang presiden.

Masih lekat dalam ingatan, Indonesia yang sebenarnya memiliki fakta sejarah cukup kuat, akhirnya kalah dengan Malaysia dalam pengadilan di Mahkamah Internasional Den Haag, Belanda karena dianggap mengabaikan lingkungan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, 2003.


Tidak berubah

Pemerintah RI sepertinya lupa, bahwa setelah kalah di Mahkamah Internasional, sebenarnya Indonesia masih menghadapi masalah serius terkait kawasan perbatasan, yakni ancaman kehilangan blok Migas kaya di Ambalat dan perairan Karang Unarang, Laut Sulawesi, Utara Kaltim yang tidak jauh dari Pulau Sipadan dan Ligitan.

Melihat pidato itu, maka pandangan pemerintah tidak berubah dalam menangani kawasan perbatasan yang lebih menonjolkan pada "security approach" (pendekatan keamanan) ketimbang "prosperity approach" (pendekatan kesejahteraan), karena dalam implikasinya tidak ada yang berubah.

"Lihat saja, kawasan perbatasan kebanyakan masih tertinggal dalam terbelakang meskipun diakui sebagai beranda negara," kata pengamat wilayah perbatasan Kaltim, Prof. Sarosa Hamongpranoto, SH, M Hum.

Ia menilai bahwa pemerintah harus belajar dari pengalaman, setelah terjadi dua kasus yang "mempermalukan" bangsa Indonesia, yakni peristiwa penting masing-masing lepasnya bekas Provinsi Timor Timur pada 1999 dan menjadi negara merdeka, dan menangnya Malaysia dalam sidang MI di Den Haag pada 2003 terhadap kepemilikan Pulau Ligitan dan Sipadan.

"Jadi persoalan blok Ambalat harusnya menyadarkan kita untuk merubah orientasi dan pendekatan daerah perbatasan. Wilayah darat dan pulau-pulau luar kita menjadi kawasan tidak tersentuh (pembangunan) menyebabkan warganya miskin dan tertinggal, sehingga berbagai tindakan yang merugikan negara sangat mudah terjadi, misalnya "illegal logging", tambang tanpa izin, pencurian ikan, "traficking", penyelundupan dan TKI ilegal," kata guru besar di Fisip Universitas Mulawarman itu.

"Seandainya Bung Hatta masih hidup, mungkin ia akan menangis melihat kondisi wilayah perbatasan yang sangat tertinggal sehingga sebagian warganya seperti belum menikmati arti kemerdekaan," papar Sarosa.

Berdasarkan kajian pihak Universitas Mulawarman, sedikitnya lima desa di kawasan perbatasan Kaltim-Serawak "lenyap" karena warga eksdus ke wilayah negeri tetangga akibat kesulitan mendapatkan bahan kebutuhan pokok yang umumnya didrop menggunakan pesawat terbang perintis dari Samarinda.

"Mereka eksodus ke Malaysia bukan alasan politis namun semata-mata karena alasan perut (ekonomi)," kata Prof. Dr. Henry Patton, peneliti dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda yang sempat melakukan penelitian kehidupan masyarakat di perbatasan.


Solusi perbatasan

Kawasan perbatasan ibarat sebuah jerawat di muka seorang gadis, ia akan diperhatikan serius ketika meradang dan bengkak, namun segera terlupakan ketika sudah membaik.

"Silih berganti kepala negara, silih berganti kebijakan dan tebar janji manis mengenai pengelolaan kawasan perbatasan, khususnya saat terjadi masalah. Akan tetapi saat persoalan perbatasan mereda, segera terlupakan," kata Prof. Dr. Henry Patton.

Ketika dunia menyoroti tentang tebang liar dan penyelundupan besar-besaran di kawasan perbatasan pada masa Orde Baru, Pemerintahan Presiden Soeharto segera memuat berbagai program pembangunan kawasan perbatasan.

Melalui pengkajian panjang akhirnya lahir wacana "kawasan berikat" (Tarakan-Nunukan-Sebatik) untuk "menandingi" kemajuan pembangunan di Tawao, Sabah, Malaysia Timur.

Namun, kajian yang sudah dianggap sangat "feasible" di Bappenas itu, tidak mendapat "political will"; terbukti sampai kini tidak ada realisasinya.

Pada masa Pemerintahan Presiden BJ. Habibie, lahir ide untuk membuat Badan Otorita yang bertanggung jawab dalam membangun kawasan perbatasan yang memiliki potensi ekonomi besar itu, namun lagi-lagi hanya sampai tingkat wacana.

Saat terjadi peristiwa yang "menampar wajah" Indonesia, yakni terjadinya deportasi besar-besaran pada 2002, akibat ratusan ribu TKI di Malaysia dianggap ilegal, Pemerintahan Presiden Megawati juga berjanji segera membangun sawit skala luas untuk memberikan pekerjaan bagi para TKI. Sampai kini pun program ini tidak ada lagi kabar beritanya.

Pada kasus deportasi besar-besaran itu, terjadi "bencana kemanusiaan" yang ramai disorot media nasional dan asing karena terlantarnya ribuan TKI di Nunukan, tercatat 80 di antaranya meninggal dunia karena terkena penyakit dan kelaparan, mereka "mengungsi" karena takut akan ancaman denda dan cambuk sesuai Akta Migrasi 2002.

Malaysia memberlakukan Akta Migrasi 2002 (Akta A1154) yang disahkan 1 Agustus 2002. Dalam Akta tersebut disebutkan, tenaga kerja asing yang masuk secara ilegal akan didenda 10.000 Ringgit Malaysia atau dipenjara tidak lebih dari lima tahun, atau dikenakan sanksi kedua-duanya dan dikenakan cambuk tidak lebih dari enam kali.


Daerah tak bertuan

Berbagai masalah lain juga terjadi sebagai dampak tertinggalnya kawasan perbatasan, padahal selalu diakui oleh "Jakarta" sebagai beranda negara.

Ada yang mengistilahkan kawasan itu, bukan sebagai beranda negara, namun "daerah tak bertuan". "Lihat saja, sampai kini kasus tebang liar masih meraja-lela, penyelundupan dan pencurian ikan masih marak terjadi," ujar Sarosa Hamongpranoto.

Panjang wilayah perbatasan Kalimantan-Malaysia sekitar 1,8 ribu kilometer. Dari lintasan sepanjang itu, 1,2 ribu kilometer merupakan perbatasan Kaltim dengan Malaysia.

"Wilayah itu lebih panjang dari jalan Anyer-Penarukan --yang "hanya" 1.000 kilometer--, sehingga tidak masuk akal kalau hanya menggunakan security approach, tanpa program jelas untuk pembangunan ekonomi yang berkesinambungan," ujar Sarosa.

Dalam pidato kenegaraan SBY di depan DPD itu, katanya, tidak terlihat program yang jelas, terarah serta mendapat dukungan penuh dari APBN dalam mengembangkan pereknomian dan pembangunan kawasan perbatasan.

"Salah satu solusi yang paling masuk akal dalam mengatasi persoalan peratasan, yakni segera membentuk Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang terpisah dari Kaltim (Kalimantan Timur) untuk mengejar berbagai ketertinggal ekonomi dan pembangunan di kawasan perbatasan. Jadi pendekatanya bukan `security approach` namun `prosperity approach`," imbuh Sarosa.

Kaltara, kata dia, sangat layak segera dibentuk karena memenuhi berbagai aspek baik potensi ekonomi, kependudukan, admistrasi pemerintahan dan terpenting adalah aspek Hankamnas. "Persoalan berat di perbatasan, yakni penjarahan hutan, penambangan tanpa izin, pencurian ikan, penyelundupan, TKI ilegal sampai ancaman kehilangan teritorial jadi masalah klasik yang tidak bisa dituntaskan oleh pemerintah," katanya.

Ia memaparkan bahwa persoalan yang menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah per tahun itu akibat ketertinggalan pembangunan (menyebabkan warganya miskin) serta berbagai keterbatasan baik peralatan pengamanan, kelemahan infrastruktur perhubungan, personil dan dukungan keuangan yang dihadapkan dengan kondisi geografis begitu luas.

Setelah Irian Jaya (Papua) dimekarkan menjadi beberapa provinsi maka Kaltim menjadi provinsi terluas atau sama dengan 1,5 kali Pulau Jawa plus Pulau Madura. "Apabila Kaltara yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan Malaysia Timur itu dijadikan provinsi maka otomatis dibentuk sejumlah instansi, badan dan kantor provinsi, misalnya, Kejati, Korem dan Polda sehingga penanganan berbagai tindakan merugikan negara lebih fokus dan intensif," katanya.

Secara ekonomi, potensi di Kaltara tidak kalah dengan Kaltim karena terdapat tambang batu bara, migas, perhutanan/perkayuan, perkebunan, emas serta potensi perikanan dan kelautan.

Kabupaten/kota yang diajukan sebagai wilayah Kaltara itu, yakni Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kota Tarakan dan Kabupaten Tanah Tidung.

Namun ide pembentukan propinsi baru tampaknya tak akan mulus, karena pemerintah akan makin selektif untuk mengabulkannya.

Baru-baru ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengisyaratkan akan menolak pemekaran daerah yang sama sekali tidak memiliki urgensi.

"Tuntutan pemekaran daerah yang sama sekali tidak memiliki urgensi, tidak memiliki persyaratan dan tidak memberikan manfaat nyata bagi rakyat di daerah, harus kita tolak dengan tegas."

Kata Presiden, sejak 1999 hingga sekarang telah terbentuk 191 daerah otonom baru, yang terdiri atas 7 propinsi, 153 kabupaten, dan 31 kota.

Penambahan daerah baru itu dianggap terlalu pesat dan sudah waktunya dievaluasi efektivitas dan efisiensinya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengeluhkan tambahan alokasi anggaran yang harus dipersiapkan untuk pembentukan daerah baru, dari mulai belanja pegawai, belanja barang, maupun belanja modal.

"Setiap ada daerah baru, Depkeu harus membuat kanwil baru, kantor-kantor baru, kemudian alokasi gaji karyawan. Itu baru satu departemen, belum dengan kantor departemen lainnya," kata Sri Mulyani.

Pertanyaanya, apakah pembentukan Provinsi Kalimantan Utara adalah solusi terbaik untuk memecahkan maslah kawasan perbatasan? Masalah ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (*)

SURAT TERBUKA

Samarinda, 14 November 2008

Nomor : 01/MK/XI/2008
Lampiran : - Berkas
Perihal : Tindak Lanjut Laporan/Pengaduan

Kepada Yth.
Jaksa Agung RI
Bpk. Hendarman Supandji,SH.
Di
Jakarta

Dengan hormat,
MONITOR KALTARA! adalah sebuah LSM yang bergerak dibidang Informasi, Investigasi dan Advokasi, dalam hal ini telah melakukan analisa dan kajian terhadap “Kasus Alih Fungsi Hutan Lindung di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur”.

Bahwa adapun kasus posisi Alih Fungsi Hutan Lindung di Kabupaten Nunukan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Pemkab Nunukan telah mengajukan permohonan pinjam pakai kawasan hutan dengan tujuan peningkatan jalan, pembuatan kanal serta tukar menukar kawasan untuk percetakan sawah.
Adapun areal yang dimohonkan untuk pembangunan jalan panjangnya mencapai 240,635 meter dalam areal seluas 529,02 hektar. Rinciannya, untuk pembangunan jalan kecamatan Krayan dan Krayan Selatan yang melintasi hutan lindung dan taman nasional Kayan Mentarang, kemudian pembangunan jalan dalam wilayah kecamatan Nunukan yang melintasi kawasan hutan lindung pulau Nunukan dan kawasan hutan produksi.
2. Bahwa selain itu, permohonan dimaksudkan untuk digunakan membangun jalan dalam wilayah kecamatan Sembakung yang melintasi kawasan hutan produksi. Serta, untuk membangun jalan dan peningkatan jalan dalam wilayah kecamatan Sebuku yang melintasi kawasan hutan produksi.
3. Namun pihak Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim pernah memberikan advis teknis kepada Gubernur Kaltim, untuk mengingatkan agar Pemkab Nunukan tidak melakukan kegiatan apapun di dalam kawasan hutan sebelum mendapat surat persetujuan dan penetapan dari Menteri Kehutanan.
4. Dalam advis teknis Dinas Kehutanan Kaltim tersebut memberikan pertimbangan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.
5. Selain itu disebutkan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan umum terbatas antara lain pada jalan umum dan jalan kereta api. “Sedangkan untuk usulan pembangunan jalan lintas sepanjang 106,553 km yang berada di dalam fungsi Taman Nasional Kayan Mentarang tidak dapat difasilitasi melalui pinjam pakai kawasan disarankan agar dikoordinasikan dengan Departemen Kehutanan RI. Sedangkan untuk rencana percetakan sawah seluas 2600 hektar, disebutkan, perubahan status kawasan itu hanya dapat dilakukan dengan cara pelepasan kawasan produksi yang dapat dikonversi dan tukar menukar kawasan hutan. Dengan demikian, dari 240,653 meter atau 529,02 hektar kawasan hutan untuk pembangunan dan peningkatan jalan serta pembuatan kanal, yang dapat diberikan rekomendasi pinjam pakai kawasan hutan hanya sepanjang 103.059 meter (189,33 hektar).
6. Namun, Pemkab Nunukan tidak pernah mendengarkan advis Dishut Kaltim, bahkan surat permohonan dari Pemkab Nunukan ternyata diajukan setelah dilaksanakannya kegiatan di sebagian areal hutan yang dimohonkan. Salah satunya, pembukaan jalan di hutan lindung dilakukan pada tahun 2005 lalu.
7. Beberapa waktu lalu kasus ini sempat mengemuka, dan menjadi wacana publik, yang berujung dengan dilaporkannya kasus ini oleh sekelompok masyarakat kepada aparat berwajib, salah satunya adalah ke Kejaksaan Agung RI. Namun hingga saat ini nasib laporan kasus tersebut tidak jelas bagaimana statusnya, apakah diproses atau dipeti eskan.

KESIMPULAN :

Bahwa berdasarkan analisa dan kajian kami, kegiatan yang dilakukan Pemkab Nunukan, sebelum ijin pinjam pakai kawasan hutan di keluarkan menteri kehutanan, merupakan bentuk pelanggaran hukum yang sangat fatal. Jika benar kasus pelanggaran alih fungsi hutan di Nunukan, dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI maka dapat dijerat dengan pelanggaran pasal 50 ayat (30) UU 41/1999 tentang kehutanan, yang didakwa melanggar pasal 78 ayat (3), ancamannya 5 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.

TUNTUTAN :

Berdasarkan hal-hal yang kami kemukakan diatas, mohon kepada Kejaksaan Agung RI agar segera menindaklanjuti laporan/pengaduan yang pernah disampaikan oleh masyarakat, dan mengambil langkah-langkah hukum terhadap kasus ini. Mengingat di lapangan kegiatan pembangunan terus dilakukan oleh Pemkab Nunukan.

Demikian hal ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


Hormat kami



ABRAHAM HAMAS
Koordinator

Tembusan Yth.

1. MENHUTRI, di Jakarta;
2. KAPOLRI, di Jakarta;
3. GUBERNUR KALTIM, di Samarinda;
4. KAJATI KALTIM, di Samarinda;
5. KAPOLDA KALTIM, di Balikpapan;
6. KAJARI NUNUKAN, di Nunukan;
7. KAPOLRES NUNUKAN, di Nunukan;
8. BUPATI NUNUKAN, di Nunukan;
9. KETUA DPRD KAB. NUNUKAN, di Nunukan;
10. Arsip.

Selasa, 11 November 2008

Pejabat Pemda Nunukan Ditahan

Tiga Pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten Nunukan ditahan Kejaksaan Negeri Nunukan sejak 3 November 2008. Ketiganya yaitu, H. Darmin, Simon, dan Arifuddin ditahan Kejari Nunukan berkaitan dengan pembebasan lahan (tanah-red) yang telah menimbulkan kerugian negara sebesar 3 milyar rupiah.